Berhutang Itu Ketika Butuh dan Tidak Bermudah-mudah Dalam Berhutang

Pembahasan utang piutang ini terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’ (kesepakatan para ulama).

Hukum Berutang:

▶Bagi yang memberi pinjaman (kreditur), hukumnya sunnah.

▶Bagi yang meminjam (debitur), hukumnya boleh namun ketika butuh.

Dikatakan sunnah menolong orang lain dalam utang karena dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 2699)

Adapun bagi yang meminjam (debitur) baiknya meminjam ketika dalam keadaan butuh saja.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengalihkan pada utang bagi yang tidak memiliki mahar saat nikah. Namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalihkan pada cincin besi, setelah itu pada Al-Qur’an yang ia miliki.

Hadis yang dimaksud adalah dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang menawarkan untuk dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak tertarik dengannya.

Hingga ada salah seorang lelaki yang hadir dalam majelis tersebut meminta agar beliau menikahkannya dengan wanita tersebut.

“Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau hafal,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari, no. 5087 dan Muslim, no. 1425)

Lihatlah dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mencari utang untuk menikah. Namun beliau menyuruh mencari mahar dengan suatu yang murah seperti cincin besi, hingga pada hafalan Al-Qur’an.

Artinya: janganlah kita bergampang-gampangan dalam berutang kecuali butuh saja.