Hanya Ada Waktu Sisa Untuk Belajar Agama

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci semua orang yang berkata keras, kasar, lagi sombong; orang yang rakus tetapi pelit; orang yang bersuara gaduh, suka berdebat dan juga sombong di pasar; orang yang tidak pernah bangun malam (tidur sepanjang malam); hanya sibuk dengan dunia di waktu siang; sangat pandai dengan urusan dunia; tetapi jahil dengan urusan akhirat.” 

(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro 10: 194. Shahih).

Kalau kita menengok sejarah hidup kita ke belakang, betapa sabarnya kita dalam mempelajari ilmu ilmu duniawi.

Kita masuk TK saat masih usia 4 atau 5 tahun, setelah itu 6 tahun di bangku SD, 3 tahun di bangku SMP, 3 tahun lagi di bangku SMA, setelah itu melanjutkan kuliah sarjana 4 tahun.

Sebagian orang tidak berhenti sampai di sini. Masih lanjut lagi sekolah magister selama 2 tahun, lalu doktor selama 4 atau 5 tahun, atau bahkan lebih lama dari itu.

Kita menjalani hari-hari itu dengan penuh kesabaran, berangkat pagi, pulang sore atau malam, kadang-kadang begadang. 

Kita sabar ketika mengerjakan PR, dan bersabar pula ketika menghadapi ujian.

Jika demikian semangat kita belajar ilmu duniawi, lalu bagaimana dengan ilmu agama?

Tidak ada kesabaran, tidak ada ketekunan, tidak ada kegigihan, tidak ada pengorbanan berarti untuk mencarinya. 

Semua serba ingin instan, cukup googling lalu berfatwa. Duhai, dimanakah keadilan itu?

Jika kita bisa bersabar dalam belajar ilmu duniawi, dari sekolah dasar hingga sarjana, mengapa kita tidak bisa bersabar dalam belajar ilmu agama?

Ketika hari-hari kita disibukkan dengan urusan dunia, lalu lalai dengan urusan akhirat, dari situlah awal mula munculnya kebinasaan. Coba simak hadis yang kami cantumkan di slide sebelumnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencela orang-orang yang di waktu siang hanya sibuk dan rakus mencari dunia, dan ketika malam tiba, dia habiskan untuk tidur tanpa terpikir untuk bangun shalat malam. Tidak berpikir untuk memperbaiki urusan akhiratnya.

Apakah itu adalah potret diri-diri kita?

Semoga nasihat ini bisa jadi renungan dan bahan introspeksi kita bersama.

Barakallahu fiikum.

 

Sumber: muslim.or.id